Begini ceritanya… konon tiap kali Sultan Mahmud berhasil menundukkan suatu daerah di India dan menghancurkan berhalanya, orangorang musyrik India mengatakan: “Nampaknya berhalaberhala dan negeri ini telah dimurkai oleh Tuhan Somanat, sebab kalaulah ia ridha kepada berhala dan negeri ini, niscaya pastilah ia membinasakan orangorang yang mengganggu berhala tadi”. Tentu Sultan Mahmud mengacuhkan saja isu tersebut dan tidak menggubrisnya. Akan tetapi isu tersebut semakin santer, seakan-akan menjadi suatu keyakinan bagi orang-orang India tadi. Tak ayal Sultan pun bertanya-tanya tentang Somanat ini, maka dikatakan kepadanya bahwa Somanat adalah tuhan dan berhala terbesar yang disembah orang-orang India.
Mereka meyakini bahwa arwaharwah yang telah berpisah dari jasadnya terkumpul padanya, lalu ia kembalikan ke bentuk lain sekehendaknya, sesuai dengan faham reinkarnasi yang mereka yakini. Mereka juga menganggap bahwa ombak dan pulau-pulau yang ada di sekitar Somanat adalah bentuk dari peribadatan laut kepadanya.
Berhala Somanat terletak sejauh 600 mil dari muara Sungai Gangga, yang terletak di wilayah Gujarat di barat
India. Berhala ini dipelihara oleh 1000 orang biksu yang memimpin upacara ritual, ditambah 300 pria yang bertugas mencukur rambut dan jenggot para peziarah, kemudian 300 pria dan 500 wanita yang menyanyi dan berjoget di gerbang masuknya. Adapun Somanat itu sendiri adalah berhala yang dibangun di atas 56 tiang besi yang berlapis timah, ia terbuat dari batu tanpa bentuk yang jelas, namun berupa tiga bulatan dengan
dua lengan yang tingginya 5 hasta (3,5m). Orang-orang musyrik India senantiasa menziarahinya, terutama pada malam gerhana bulan. Mereka mempersembahkan sesajian yang demikian bernilai untuk si berhala, dan memberi para juru kuncinya sejumlah harta.
Tentu fenomena syirik akbar semacam ini tidak bisa dibiarkan… hati seorang mukmin akan tersayat
menyaksikannya, apalagi seorang pejuang tauhid seperti Sultan Mahmud bin Sabaktekin. Maka segeralah beliau kerahkan pasukan besar untuk menghancurkan berhala tersebut, dan berangkat pada pertengahan bulan Dzul Qa’idah setelah mengarungi serangkaian peperangan sebelumnya. Dalam peperangan ini, beliau berhasil membunuh 50 ribu orang musyrik India, ini belum termasuk jumlah mereka yang mencampakkan dirinya ke laut. Simaklah kisah selengkapnya yang dituturkan oleh Ibnu Katsir saat mengisahkan tentang peristiwa sejarah tahun 417H, beliau mengatakan:
“Hadits ini menunjukkan bahwa larangan keras membuat tato karena akan memberikan efek yang sangt berbahaya pada diri manusia.
Padahal orang-orang India senantiasa berduyun-duyun mengunjunginya seperti kaum muslimin mengunjungi
Ka’bah. Mereka menyumbangkan uang yang tak terkira besarnya bagi berhala tersebut… maka Sultan Mahmud beristikharah kepada Allah saat mendengar tentang berhala dan banyaknya pasukan India yang harus dihadapinya dalam rangka menghancurkan berhala tersebut. Beliau sadar bahwa perjalanan yang
ditempuhnya demikian sulit dan penuh bahaya, maka Beliau menghimbau pasukannya untuk berangkat hingga
terkumpullah 30 ribu orang pasukan pilihan, ditambah lagi sejumlah sukarelawan. Sultan pun menyerahkan
nasib mereka kepada Allah hingga mereka tiba di medan perang. Setibanya di lokasi, ternyata ia merupakan kota yang demikian besar, namun dengan cepat beliau berhasil menundukkan kota tersebut dan menewaskan 50 ribu orang musuh, dan menumbangkan berhala itu lalu membakarnya.
Disebutkan bahwa orang-orang India berusaha menebus berhala mereka dengan harta yang tak terhingga agar Sultan Mahmud tidak jadi menghancurkannya. Hingga sebagian komandan beliau ada yang menganjurkan agar Sultan menerima hadiah tersebut dan membiarkan berhala itu. Akan tetapi Sultan menjawab: “Tunggu, aku akan istikharah kepada Allah terlebih dahulu”. Maka keesokan harinya beliau mengatakan kepada mereka: “Aku telah merenungkan masalah ini, maka kulihat bahwa di hari kiamat kelak, aku lebih suka mendengar seruan: “Di manakah Mahmud yang berhasil menghancurkan berhala?”, dari pada: “Di manakah Mahmud yang meninggalkan berhala demi mendapat dunia?”. Subhanallaah, lihatlah profil seorang pejuang tauhid sejati ini… baginya kemenangan bukan diukur dari besarnya ghanimah yang diperoleh, akan tetapi tercapainya tujuan luhur dari jihad itu sendiri, alias tegaknya tauhid di muka bumi. Ini mengingatkan kita terhadap sikap Rasulullah saat ditawarkan kepadanya empat hal, dengan syarat ia menghentikan dakwah Islamnya. Ditawarkan kepadanya untuk menjadi Raja, menjadi orang terkaya, memiliki isteri paling cantik, atau sembuh dari penyakit jiwa yang dideritanya menurut mereka. Akan tetapi kesemuanya ditolak oleh beliau…sembari berkata kepada Abu Thalib pamannya; “Demi
Allah wahai pamanku, andai pun mereka bisa meletakkan matahari di tangan kiriku dan bulan di tangan kananku, agar aku meninggalkan dien ini, niscaya aku takkan meninggalkannya hingga Allah memenangkan agama ini atau aku binasa karenanya”.
Inilah sikap seorang panglima muslim sejati yang mesti jadi teladan… semua penaklukan yang berhasil
dilakukannya hanyalah demi tegaknya agama Allah, bukan semata-mata memperluas kekuasaan. Karenanya,
Allah menjadikan namanya harum setelah itu.
Setelah membulatkan tekad, Sultan Mahmud pun menghancurkan berhala tersebut dan mendapatkan
setumpuk mutiara, intan, emas dan perhiasan lain yang nilainya jauh berlipat ganda melebihi harta yang mereka tawarkan. Dalam berhala tersebut terdapat gudang berisi sejumlah arca dari emas dan perak yang berkalung permata, yang nilainya lebih dari 20 juta Dinar!! Subhanallaah, sebagian komandan yang semula rela menerima sedikit uang yang akan diberikan oleh kaum musyrikin tadi, setelah melihat betapa banyak harta yang ada di balik berhala tadi, mereka bersyukur memuji Allah, dan membenarkan Sabda Nabi n yang
mengatakan:
Barang siapa meninggalkan sesuatu karena Allah, niscaya Allah akan menggantinya dengan yang lebih baik
Sekedar informasi, pasca penghancuran berhala tadi, orang-orang India berupaya membangunnya kembali di
kemudian hari, akan tetapi hal tersebut tidak dibiarkan oleh Sultan Muhyiddien Aurangzeb[1]. Beliau lantas
menghancurkannya pada tahun 1706M. Kemudian pemerintah India pada tahun 1947M membangun kembali lokasi tersebut dan masih eksis sampai hari ini!
Demikianlah, Sultan Mahmud senantiasa berjihad tanpa mengenal letih dan lelah hingga suatu ketika beliau
terserang sakit perut di akhir hayatnya. Sakitnya makin parah hari demi hari, pun demikian beliau tetap menguatkan dirinya saat bertemu dengan orang-orang. Konon beliau tak mampu untuk berbicara kecuali dalam posisi duduk bersandar akibat sakit yang makin parah, hingga akhirnya beliau wafat di Ghaznah pada hari Kamis, 23 Rabi’ul Akhir 421H dan dimakamkan di sana.
Dengan demikian, beliau telah memerintah selama 35 tahun. Selama periode tersebut, luas wilayah yang berhasil beliau taklukkan adalah setara dengan yang terjadi di masa Umar bin Khatthab z. Panji-panji Islam yang beliau kibarkan telah mencapai pelosok negeri yang sebelumnya tidak pernah terjamah oleh kaum muslimin.
Beliau berhasil menegakkan syi’ar-syi’ar Islam di wilayah yang sebelumnya tak pernah terdengar lantunan ayat Al Qur’an dan suara adzan… maka semoga Allah merahmati beliau.
Kisahnya sungguh mengingatkan kita akan sosok seorang penakluk lain dari kalangan sahabat yang mulia,
yaitu Khalid bin Walid z. Beliau yang mengejar maut di setiap tempat persembunyiannya, justeru akhirnya
mati di atas pembaringan… dan ini pula lah yang dialami oleh Sultan Mahmud.
Sultan Mahmud telah wafat, akan tetapi nama beliau akan senantiasa harum, terutama di daerah asalnya. Di
Afghanistan dan Pakistan biografi beliau masih menjadi buah bibir masyarakat, bahkan di Pakistan, nama beliau menjadi nama salah satu rudal balistik jarak pendek yang dimiliki oleh angkatan bersenjata negeri itu.
Referensi
1-Al Inba’ fi Tarikhil Khulafa’, oleh Ibnul ‘Imrani.
2-Al Hind fi Dhillis Siyaadah al Islamiyyah, oleh Dr.
Ahmad Muhammad Al Juranah.
3-Al Muslimun fil Hind minal Fathil Arabi ilal Isti’maril
Britani oleh Nidhamuddien Ahmad Bakhsy Al Harawi.
4-Al Bidayah wan Nihayah, oleh Ibnu Katsir..
5-Tarikh Ibnu Khaldun.
6-Beberapa artikel dari internet.